Mengulik keunikan Gedung Dalom Kepaksian Pernong Lampung
" Gedung Dalom " adalah central dari detak jantung ghiroh atau marwah adat, karena Gedung Dalom adalah jantung maka Saibatin adalah jasadnya sedangkan ruhnya adat adalah jamma/jelmanya ( masyarakat ) Saibatin, ini membentuk garis imaginer layaknya segitiga atau piramida, ketiga titik inilah yang membuat marwah adat mesunakh atau tetap dan terus bercahaya karena didalam Gedung Dalom tersimpan segala pusaka, ada rukun pedandanan, dibawah naungan Gedung Dalom pula ada struktur pemerintahan pemangku adat.
Selanjutnya didalam diri Sai batin ada amanah turun temurun didalam adat sedangkan didalam Ruh rakyat ada wilayah rasa kesetiaan dan kekokohan adat, Ruh adat itu adalah Nilai Keberanian, Kemapanan, Pengetahuan dan Kebersamaan, empat nilai bagi Sai Batin bersama jamma/jelmanya dalam menegakkan kehangguman Gedung Dalom / Lamban Gedung. Maka jagalah degub jantung itu terus dan senantiasa berirama hingga menjemput takdir Tuhan dihari yang paling kemudian. Bentuk Bubungan Gedung Dalom mengerucut ke satu puncak menandakan nilai ketuhanan, pada puncaknya diberi kayu dibulatkan (buttokh) diatasnya satu kayu bulat pula berlapis tembaga, kemudian ada dua tingkatan (sakku) dari tembaga atau kuningan, dan yang teratas sekali perhiasan dari batu menurut bagaimana kesukaan. Tangga dimuka rumah melalui beranda kecil (usud) keberanda yang sebenarnya.
Bagian dalam Lamban Gedung, terdapat satu ruang besar disisi kiri belakang sebagai tempat Sai Batin beristirahat disebut Bilik Kebik. Tak ada yang masuk ke ruang itu kecuali Sai Batin dan Permaisuri atau kerabat yang diizinkan oleh Sai Batin. Di dalam ruangan itu, terdapat pula sejumlah senjata pusaka yang hanya Sai Batin atau Sultan yang berani memindah atau membukanya. Bahkan sewaktu dilakukan renovasi atas atap dan ruangan, senjata pusaka itu tetap pada tempatnya. Di depan pintu Bilik Kebik terdapat pelaminan atau singgasana yang disebut margasana. Alas duduk Sai Batin terdiri atas kasur berlapis-lapis, hiasan dinding, dan langit-langit yang terbuat dari kain beludru warna warni dan manik-manik yang disebut Lelukukh Juttai. Jika Sai Batin memimpin sidang (hippun paksi) akan duduk di situ menghadap ke barat di mana seluruh raja jukkuan duduk bersila menghadap Sai Batin. Hanya Sai Batin dan Raja Jukkuan yang boleh duduk di tempat ini pada saat hippun paksi. Lantai Lamban Gedung ini ada dua trap, pada bagian depan dekat pintu masuk letak lantai lebih rendah sekitar sejengkal. Dalam acara tradisi, lantai rumah ini tanpa kursi, seluruh tamu duduk di bawah di atas karpet atau tikar. Begitupun apabila mereka mendapat jamuan makan dari Sai Batin, maka seluruhanya “lesehan”.
Selebihnya, ruangan dalam itu tanpa pembatas dan lantai kayu yang coklat telah dilapisi karpet merah. Seluruh permukaan tiang kayu ruang dalam, seluruh pilar dan belandar yang sambung sinambung dilekati lempeng kayu berukir tanpa dicat, berkesan alami dan dekat dengan suasana sekitar yang serba kayu dan alam masih rimbun menghijau. Dinding tampak coklat tua, tanda kayu tua dan terawat. Sejumlah ukiran memperlihatkan simbol-simbol tertentu namun belum ada yang mencoba untuk membacanya. Saat ini, ruang dalam Lamban Gedung diberi plafon langit-langit dari kayu dengan lekuk dan tataan baris potongan kayu, rapih dan lurus seperti di rumah moderen dimana pada setiap kotak lengkung dipasang satu buah piting lampu listrik. Langit-langit terplafon itu menjadi penutup konstruksi kayu pada kap atap selepas kait-mengkaitnya antar kayu, semenjak dari lantai sampai bagian ring menjelang rangka atap. Di halaman rumah sisi kiri terdapat sebuah bangunan dengan atap melingkar mengerucut, seluruh 8 tiang kecil berdiri pada disi tepi bangunan melingkar pesegi delapan itu. Lantainya berpembatas dan tak ada tiang di tengah. Rumah itu berfungsi sebagai tempat para penggawa yang sedang berdinas dan berjaga. Tempat itu disebut gardu.
Di situlah dulu para tamu Sai Batin menyampaikan kepada penggawa tentang maksud kedatangannya. Lamban Gedung adalah salah satu tanda kebesaran Kepaksian Pernong karena rumah ini diwariskan dari para pendahulu dan terus terawat hingga sekarang. Bahkan diceritakan bahwa letak Lamban Gedung pada awalnya sejauh sekitar 15 kilometer dari tempat sekarang berdiri di Batu Brak. Konon, pada waktu memindahkan, rumah itu tidak dicopot atau dibongkar dulu melainkan diangkat ramai-ramai dan dibawa perlahan-pelahan menuju lokasi sekarang. Gempa dan kebakaran pernah menimpa Lamban Gedung, sejumlah kerusakan pernah dialami. Namun Sai Batin dan masyarakatnya terus melestarikannya. Di dalam Lamban Gedung itu banyak hal telah terjadi. Pangeran Suhaimi dan Pangeran Maulana Balyan karena keaktifannya di pemerintahan menjadi pegawai Republik Indonesia, maka tidak lagi banyak tinggal di Lamban Gedung. Meski demikian mereka tetap merawat Lamban Gedung tanpa menempatkan orang khusus untuk itu, karena masyarakat sekitar sudah dengan sendirinya merawatnya.
Selanjutnya didalam diri Sai batin ada amanah turun temurun didalam adat sedangkan didalam Ruh rakyat ada wilayah rasa kesetiaan dan kekokohan adat, Ruh adat itu adalah Nilai Keberanian, Kemapanan, Pengetahuan dan Kebersamaan, empat nilai bagi Sai Batin bersama jamma/jelmanya dalam menegakkan kehangguman Gedung Dalom / Lamban Gedung. Maka jagalah degub jantung itu terus dan senantiasa berirama hingga menjemput takdir Tuhan dihari yang paling kemudian. Bentuk Bubungan Gedung Dalom mengerucut ke satu puncak menandakan nilai ketuhanan, pada puncaknya diberi kayu dibulatkan (buttokh) diatasnya satu kayu bulat pula berlapis tembaga, kemudian ada dua tingkatan (sakku) dari tembaga atau kuningan, dan yang teratas sekali perhiasan dari batu menurut bagaimana kesukaan. Tangga dimuka rumah melalui beranda kecil (usud) keberanda yang sebenarnya.
Bagian dalam Lamban Gedung, terdapat satu ruang besar disisi kiri belakang sebagai tempat Sai Batin beristirahat disebut Bilik Kebik. Tak ada yang masuk ke ruang itu kecuali Sai Batin dan Permaisuri atau kerabat yang diizinkan oleh Sai Batin. Di dalam ruangan itu, terdapat pula sejumlah senjata pusaka yang hanya Sai Batin atau Sultan yang berani memindah atau membukanya. Bahkan sewaktu dilakukan renovasi atas atap dan ruangan, senjata pusaka itu tetap pada tempatnya. Di depan pintu Bilik Kebik terdapat pelaminan atau singgasana yang disebut margasana. Alas duduk Sai Batin terdiri atas kasur berlapis-lapis, hiasan dinding, dan langit-langit yang terbuat dari kain beludru warna warni dan manik-manik yang disebut Lelukukh Juttai. Jika Sai Batin memimpin sidang (hippun paksi) akan duduk di situ menghadap ke barat di mana seluruh raja jukkuan duduk bersila menghadap Sai Batin. Hanya Sai Batin dan Raja Jukkuan yang boleh duduk di tempat ini pada saat hippun paksi. Lantai Lamban Gedung ini ada dua trap, pada bagian depan dekat pintu masuk letak lantai lebih rendah sekitar sejengkal. Dalam acara tradisi, lantai rumah ini tanpa kursi, seluruh tamu duduk di bawah di atas karpet atau tikar. Begitupun apabila mereka mendapat jamuan makan dari Sai Batin, maka seluruhanya “lesehan”.
Selebihnya, ruangan dalam itu tanpa pembatas dan lantai kayu yang coklat telah dilapisi karpet merah. Seluruh permukaan tiang kayu ruang dalam, seluruh pilar dan belandar yang sambung sinambung dilekati lempeng kayu berukir tanpa dicat, berkesan alami dan dekat dengan suasana sekitar yang serba kayu dan alam masih rimbun menghijau. Dinding tampak coklat tua, tanda kayu tua dan terawat. Sejumlah ukiran memperlihatkan simbol-simbol tertentu namun belum ada yang mencoba untuk membacanya. Saat ini, ruang dalam Lamban Gedung diberi plafon langit-langit dari kayu dengan lekuk dan tataan baris potongan kayu, rapih dan lurus seperti di rumah moderen dimana pada setiap kotak lengkung dipasang satu buah piting lampu listrik. Langit-langit terplafon itu menjadi penutup konstruksi kayu pada kap atap selepas kait-mengkaitnya antar kayu, semenjak dari lantai sampai bagian ring menjelang rangka atap. Di halaman rumah sisi kiri terdapat sebuah bangunan dengan atap melingkar mengerucut, seluruh 8 tiang kecil berdiri pada disi tepi bangunan melingkar pesegi delapan itu. Lantainya berpembatas dan tak ada tiang di tengah. Rumah itu berfungsi sebagai tempat para penggawa yang sedang berdinas dan berjaga. Tempat itu disebut gardu.
Di situlah dulu para tamu Sai Batin menyampaikan kepada penggawa tentang maksud kedatangannya. Lamban Gedung adalah salah satu tanda kebesaran Kepaksian Pernong karena rumah ini diwariskan dari para pendahulu dan terus terawat hingga sekarang. Bahkan diceritakan bahwa letak Lamban Gedung pada awalnya sejauh sekitar 15 kilometer dari tempat sekarang berdiri di Batu Brak. Konon, pada waktu memindahkan, rumah itu tidak dicopot atau dibongkar dulu melainkan diangkat ramai-ramai dan dibawa perlahan-pelahan menuju lokasi sekarang. Gempa dan kebakaran pernah menimpa Lamban Gedung, sejumlah kerusakan pernah dialami. Namun Sai Batin dan masyarakatnya terus melestarikannya. Di dalam Lamban Gedung itu banyak hal telah terjadi. Pangeran Suhaimi dan Pangeran Maulana Balyan karena keaktifannya di pemerintahan menjadi pegawai Republik Indonesia, maka tidak lagi banyak tinggal di Lamban Gedung. Meski demikian mereka tetap merawat Lamban Gedung tanpa menempatkan orang khusus untuk itu, karena masyarakat sekitar sudah dengan sendirinya merawatnya.
Post a Comment